************************************************************************************************************************
Saudaraku, kalau artikel dalam blog ini bermanfaat informasikanlah kepada muslim yang lain
(Setiap kata yang mencerahkan orang lain, Insya Allah, anda akan mendapat ganjaran pahala)
============================================================================

Rabu, 29 Oktober 2008

Ketika saatnya tiba


Ketika saatnya tiba, ia datang tidak mengenal waktu dan tempat. Mungkin saat malam ketika kita sedang bercengkeramah dengan keluarga. Mungkin di padang golf ketika mentari baru saja tersenyum dari arah timur. Mungkin di kamar ICU diselimuti warna putih dan dililit selang infus. Dan ribuan kemungkinan yang dapat terjadi yang menutup keberadaan kita di dunia ini.

Suatu ketika Beliau, Rasulullah Saw, menjenguk seseorang yang sedang sakit, dan beliau bersabda, "Aku tahu apa yang sedang dialaminya. Tak ada satu pembuluhpun yang tidak merasakan pedihnya derita kematian." (Al Bazzar, Al-Musnad, Haitsami, Majma`, II.322)

Ketika kematian datang nyawa berpisah dengan tubuh dari arah kaki keatas melalui urat-urat, pembuluh, tulang. Dan setiap perpisahan dengan organ tubuh terserbut sakitnya sama dengan tiga ratus tusukan pedang. Berapa banyak urat-urat, pembuluh, tulang dan organ tubuh yang lain dalam tubuh manusia, mungkin jutaan atau milyaran, dan itu semua akan dilewati oleh nyawa kita pada saat berpisah dengan tubuh. Coba bayangkan kalau setiap organ tubuh kita yang bisa milyaran itu merasakan masing-masing tiga ratus tusukan pedang, Nauzubillah min dzalik.

Saudaraku, itulah sekelumit gambaran betapa dahsyatnya perkara kematian. Maka amat lalailah orang yang tidak mau mengambil pelajaran darinya. Bukankah Rasulullah Saw bersabda "Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian". (HR. Tirmidzi)

Saudaraku, seharusnya apabila kemalasan melanda kita untuk mengerjakan shalat, kita mengingat proses kematian yang menjalar dari ujung jari kuku sampai dengan ujung rambut dikepala yang disertai dengan sejuta lengkingan dan lolongan. Seharusnya ketika kita enggan melaksanakan puasa, kita mengingat proses kematian dimana kepanasan dan kehausan mengerat kerongkongan tanpa setetespun air yang dapat membasahinya. Seharusnya ketika berlaku aniaya kepada seseorang, kita mengingat proses kematian dimana semua kezaliman yang pernah dilakukan akan datang menghunjam laksana pedang menghunjam semua pori-pori kita.

Rasulullah bersabda: Dan seandainya kau mengetahui apa yang kulihat, niscaya engkau akan menyedikitkan tawa dan memperbanyak tangisan, dan kamu akan keluar ke jalanan dan menjerit kepada Allah dikarenakan rasa takutmu akan kerasnya adzab dan sikasa Allah."

Saudaraku, dengan banyak mengingat mati mudah-mudahan kita tidak mengalami proses kematian seperti diatas, tetapi yang kita alami sebagaimana hadist berikut :
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad bersabda, Malaikat mencabut ruhnya seperti menarik sehelai rambut dari gumpalan tepung, dan kepadanya dikatakan,Wahai jiwa yang tenang! Keluarlah dalam keadaan rela dan diridhoi menuju rahmat dan kemuliaan Tuhanmu!. Insya Allah.

Laur Bisaa

SubhanaLlah....
bgaus skelai hiasl petinelian ini, dan tuberkti toh tenyarta ktia tatep
dapat memcaba wulapuaun sunusan hufurnya berankatan.
Liat lagi subject di email : LAUR BAISA !!!!


Mreanik !?
===========

Murenut sautu pelneitian di Uinervtisas Cmabridge, uturan hruuf dlaam
ktaa tiadk penitng. Ckuup huurf petrama dan trekahhir ynag ada pdaa
tepmatyna.

Siasyna bsia dtiluis bernataakn, teatp ktia daapt mebmacayna. Ini
dsieabbkan kaerna oatk ktia tdiak mebmcaa huurf per hruuf, nmaun ktaa per ktaa.

Laur bisaa kan?

Slaam,

Zon Styeo Hrdenhei..:-P

Minggu, 19 Oktober 2008

Small is beautiful


Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di atas A'raaf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. [QS. 7:46]

Diantara surga dan neraka ada suatu tempat yang tinggi namanya a’raaf, dimana penghuninya dapat melihat orang-orang penghuni surga dan penghuni neraka, bahkan mereka dapat mengenal ciri-ciri orang yang akan masuk surga atau masuk nereka. Apabila mereka menengok ke surga mereka berbahagia dan apabila dipalingkan wajahnya ke nereka mereka bersedih. Ada beberapa pendapat ulama mengenai orang-orang a’raaf tersebut, diantaranya adalah bahwa mereka orang-orang yang amal kebaikan dan amal keburukan mereka seimbang bobot timbangannya. Walaupun pada akhirnya suatu waktu mereka juga akan dimasukkan ke surga, tetapi mereka tinggal disana sementara, entah seribu tahun atau sejuta tahun, wallahualam bissawab. Pendapat ini yang akan kita jadikan acuan untuk pembahasan lebih lanjut.

Seandainya orang-orang tersebut diatas memiliki amalan kebaikan lain sebesar sehelai rambut halus, tentunya bobot amalan kebaikannya menjadi lehih berat sehingga ia patut untuk masuk surga. Seandainya sebelum ajal menjemputnya sempat memberi senyuman kepada saudaranya, tentu ia tidak perlu nginap di a’raaf tersebut. Seandainya sebelum ajal menjemput, ia sempat merogoh dengan ihklas dari sakunya sekeping koin ratusan dan diberi ke pengemis di pinggir jalan, tentu ia pantas langsung ke surga. Seandainya sebelum ajal menjemput ia sempat mendahulukan antri kepada orang lain, ia tidak perlu menunggu sekian tahun baru masuk ke surga. Seandainya sebelum ajal menjemput ia sempat menambah zikirnya sekali saja, ia tidak perlu setiap saat terhimbas cuaca neraka.

Itulah beberapa amal yang meskipun kelihatan sepele ia sangat menentukan perjalanan kita di akhirat nanti. Amalan-amalan yang di dunia ini kita anggap tidak berarti, atau terlalu kecil sehingga kita tidak tertarik mengamalkannya, bisa jadi itulah yang menyelamatkan kita. Sebenarnya, besar kecilnya suatu amal ditentukan oleh keikhlasan, boleh jadi amal itu kecil dalam pandangan kita tetapi besar dalam pandangan Allah, sebaliknya boleh jadi besar dalam pandangan kita, tetapi kecil dalam pandangan Allah, semuanya tergantung pada keihklasan kita untuk melakukannya.

Saudaraku, jangan biarkan waktu anda berlalu tanpa mengerjakan suatu amal kebajikan, walaupun kecil, yakinlah bahwa itu sangat berguna bagi bekal kita nanti dihari perhitungan, dimana perhitungan tidak ada yang dilewatkan sekecil apapun yang telah kita perbuat, apakah itu kebaikan maupun keburukan. Simaklah contoh amalan ringan berikut

Rasulullah Saw bersabda :"Demi dzat yang jiwaku ada pada genggaman-Nya, sesunguhnya (bacaan :"Katakanlah :"Dialah Allah Yang Maha Esa"(surat Al khlas)) itu sebanding dengan bacaan sepertiga Al-Qur`an". (HR: Bukhari)

Saudaraku, kebiasaan memelihara amalan-amalan yang kecil lama kelamaan memberikan suatu keajaiban, dimana amalan-amalan besarpun dapat kita lakukan dengan lebih mudah.


Puasa Sepanjang Masa

Puasa sepanjang masa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :


1. Puasa Ramadan plus puasa syawal 6 hari

Rasulullah SAW Bersabda :

Barangsiapa berpuasa Ramadan kemudian diikuti dengan puasa 6 hari di bulan syawal, maka ia seperti berpuasa selama satu tahun penuh (HR. Bukhari Muslim – Muttafaqun alaih)


2. Puasa 3 hari setiap bulan

Rasulullah SAW Bersabda :

Puasa 3 hari setiap bulan maka seperti puasa satu tahun penuh (HR. Bukhari Muslim – Muttafaqun alaih)


Sesungguhnya ini adalah amalan orang-orang muttakin yang sebenarnya tidak terlalu berat.Dengan niat mencari keutamaan dan rida Allah kita akan mudah melaksanakannya.

Amiin

EVERYDAY IS A WONDERFUL DAY

By Ann Wells (Los Angeles Times)

" Jangan pernah menyimpan sesuatu yang istimewa untuk kesempatan
istimewa. Hidupmu tiap hari adalah istimewa."

Kakak iparku membuka laci lemari pakaian kakakku yang paling
bawah, lalu mengambil sesuatu terbungkus tissue putih dan
mengulurkannya kepadaku sambil berkata: " Ini pakaian dalam yang
sangat spesial."

Kubuka bungkusan itu, dan kutemukan sebuah pakaian dalam yang
sangat menawan, lembut, terbuat dari sutera, disulam tangan,
dengan tali sangat lembut. Label harga masih tertempel, dengan
kode-kode penjualannya yang rumit.

"Jane membelinya 8 atau 9 tahun yang lalu, dan belum pernah
memakainya. Katanya ia ingin memakainya untuk suatu kesempatan
yang sangat istimewa. Yah, rasanya inilah hari yang istimewa
itu," kata kakak iparku lemah.

Ia mengambil pakaian dalam itu dari tanganku, dan meletakkannya di
atas tempat tidur, bersama dengan pakaian lainnya yang kami persiapkan
untuk dibawa ke rumah duka. Ia memegang pakaian dalam itu sejenak, dan
dengan tiba-tiba ia menutup laci tersebut keras-keras sambil berkata
keras padaku:

" Jangan pernah menyimpan sesuatu yang istimewa untuk kesempatan
istimewa. Hidupmu tiap hari adalah istimewa."

Aku terus ingat kata-kata tersebut sepanjang upacara pemakaman dan
hari-hari sesudahnya. Saya membantu dia dan keponakan-keponakan saya
untuk melewati hari-hari berkabung setelah kematian kakakku yang
mendadak.

Sekarang saya mencoba untuk memperhitungkan waktu dengan lebih
teliti dan mensyukurinya. Aku tidak "menyimpan" sesuatu.
Kata-kata "suatu hari kelak" ataupun "hari-hari ini", mempunyai
makna yang sama bagi saya. Jika ada hal-hal yang layak didengar,
ditonton, dibaca atau dikerjakan, saya akan berusaha mendengar,
menonton, membaca atau mengerjakannya sekarang juga.

Saya tidak tahu apa kira-kira yang akan almarhum kakakku lakukan
apabila ia tahu bahwa keesokan harinya ("besok" adalah kata-kata yang
tidak pernah kita bayangkan akan tidak terjadi) ia sudah tidak akan
ada lagi di dunia ini. Mungkin ia akan menelpon seluruh keluarganya
dan beberapa teman dekatnya, mungkin ia akan menelpon teman-teman
lamanya dan meminta maaf akan kesalahan-kesalahan yang ia lakukan di
masa lalu.

Tapi semua itu hanya perkiraanku saja. Kita tidak pernah tahu.
Hal-hal tersebut pasti akan membuat aku marah bila belum dapat
saya lakukan padahal saya tidak memiliki waktu lagi.
Marah karena selama ini saya selalu menunda pertemuan-pertemuan
dengan teman-teman baik saya, meskipun saya sangat ingin berjumpa
dengan mereka. Marah, karena selama ini saya jarang membalas
surat-surat yang saya terima. Marah dan menyesal karena selama ini
saya jarang sekali mengatakan pada isteri dan anak-anakku, betapa saya
menyayangi mereka.

Kini saya selalu mengusahakan untuk tidak menunda atau menahan
hal-hal yang sekiranya akan menambah keceriaan.
Kesulitan atau kesedihan dalam hidup ini membuat saya tertawa.
Dan setiap pagi, begitu saya membuka mata, saya katakan pada diri saya
sendiri, bahwa hari itu adalah hari yang spesial. Setiap hari, setiap
menit, setiap nafas, adalah benar-benar anugerah yang indah dari
Tuhan.

Jika anda menerima mail ini, pasti karena ada orang yang peduli
dan sayang kepada anda. Jika anda selama ini terlalu sibuk,
cobalah berhenti sejenak. Sempatkan beberapa menit saja
memikirkan orang-orang yang dekat di hati anda, teman-teman yang telah
memberikan warna pada hidup anda.

"Good friends must always hold hands, but true friends do not
need to hold hands because they know the other hand will always
be there."


Wassalam

Rabu, 08 Oktober 2008

The Power of Imaan


"Sesungguhnya orang-orang mukmin hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka demi membela agama Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." (Q.s. al-Hujurat: 15).

Seorang pendaki puncak gunung Himalayah, bersedia mengorbankan hartanya yang paling berharga, bahkan mempertaruhkan nyawanya, demi untuk mencapai puncaknya (yang setelah sampai diatas paling lama hanya bertahan beberapa jam saja), itu karena kekuatan iman.
Seorang pendemo, rela mogok makan sampai pingsan karena kelaparan, bahkan ada yang sampai mati, demi menuntut sesuatu yang diperjuangkannyam itu karena kekuatan iman.
Seorang selebritis bersedia untuk mengobarkan segalanya, sampai kehormatannya yang paling berharga, untuk mencapai tujuan artis yang laris dan populer, itu karena kekuatan sesuatu yang diyakininya (iman).
Seorang suhada bersedia mati sahid untuk menperjuangkan tegaknya agama di bumi Allah ini, bahkan mati tiga kalipun dia rela, itu karena kekuatan iman.

Kalau yang pertama, kedua, dan ketiga, keyakinan atau keimanannya hanya dihubungkan dengan kenikmatan dam syahwat dunia, sementara yang terakhir adalah iman yang paripurna terhadap Allah Swt. Kesamaannya adalah semuanya punya spirit atau semangat juang yang tangguh untuk mencapai tujuannya. Itulah kekuatan iman yang menjadi motiyator bagi orang yang memilikiya untuk melaksanakan segala sesuatu yang terkait dengan keyakinannya

Ketika Tariq Bin Ziyad dan 7.000 prajuritnya mendarat di pantai selatan Spanyol, tahun 92 H. Ia memerintahkan pasukannya untuk membakar seluruh armada perangnya yang digunakan menyeberangi selat Gibraltar, sementara Raja Spanyol Roderick telah menunggunya dengan kekuatan 100.000 ribu angkatan perang. Kenekatan untuk membakar kapal-kapal perangnya tersebut dianggap sebagai perbuatan yang gila, tetapi itulah kekuatan iman – The power of imaan, dan dia (Tariq dan pasukannya) menang.

Kalau diumpamakan dengan cahaya, iman mereka laksana sinar matahari yang menyinari bumi ini tanpa meninggalkan titik-titik kegelapan. Lalu bagaimana dengan kita, cahaya iman kita. Barangkali kalau dibandingkan dengan mereka cahaya iman kita, hanya laksana lampu pijar 5 watt, dimana ruang yang kecilpun tak mampu memberinya sinar yang terang. Bukankah Azan dari mesjid telah memekakkan telinga kita, tetapi kita berlalu begitu saja tak menghiraukannya. Bukankah rumah kita dari mesjid hanya selemparan batu, tetapi tetap saja berat untuk melangkahkan kaki kesana. Ini sekedar contoh, dan kita punya seabrek contoh untuk menunjukkan kelemahan iman kita.

Saudaraku, apakah dengan cahaya iman yang hanya setara 5 watt itu, mampu menerangi gelapnya alam kubur. Saudaraku, tidak ada jalan lain, cahaya iman kita harus ditingkatkan. Kalau rumah yang kita tinggali hanya bertpuluh tahun kita terangi dengan rasa kebanggaan, bagaimana mungkin kuburan yang kita tinggali ribuan atau jutaan tahun kita biarkan gelap.

Sabtu, 04 Oktober 2008

Batu Besar


Suatu hari seorang dosen sedang memberi kuliah tentang manajemen waktu pada para mahasiswa MBA. Dengan penuh semangat ia berdiri depan kelas dan berkata, "Okay, sekarang waktunya untuk quiz." Kemudian ia mengeluarkan sebuah ember kosong dan meletakkannya di meja. Kemudian ia mengisi ember tersebut dengan batu sebesar sekepalan tangan. Ia mengisi terus hingga tidak ada lagi batu yang cukup untuk dimasukkan ke dalam ember.

Ia bertanya pada kelas, "Menurut kalian, apakah ember ini telah penuh?" Semua mahasiswa serentak berkata, "Ya!" Dosen bertanya kembali, "Sungguhkah demikian?" Kemudian, dari dalam meja ia mengeluarkan sekantung kerikil kecil. Ia menuangkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember lalu mengocok-ngocok ember itu sehingga kerikil-kerikil itu turun ke bawah mengisi celah-celah kosong di antara batu-batu.

Kemudian, sekali lagi ia bertanya pada kelas, "Nah, apakah sekarang ember Ini sudah penuh?" Kali ini para mahasiswa terdiam. Seseorang menjawab, "Mungkin tidak." "Bagus sekali," sahut dosen. Kemudian ia mengeluarkan sekantung pasir dan menuangkannya ke dalam ember. Pasir itu berjatuhan mengisi celah-celah kosong antara batu dan kerikil. Sekali lagi, ia bertanya pada kelas, "Baiklah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?" "Belum!" sahut seluruh kelas.

Sekali lagi ia berkata, "Bagus. Bagus sekali." Kemudian ia meraih sebotol air dan mulai menuangkan airnya ke dalam ember sampai kebibir ember. Lalu ia menoleh ke kelas dan bertanya, "Tahukah kalian apa maksud illustrasi ini?" Seorang mahasiswa dengan semangat mengacungkan jari dan berkata, "Maksudnya adalah, tak peduli seberapa padat jadwal kita, bila kita mau berusaha sekuat tenaga maka pasti kita bisa mengerjakannya." "Oh, bukan," sahut dosen, "Bukan itu maksudnya. Kenyataan dari illustrasi mengajarkan pada kita bahwa: bila anda tidak memasukkan "batu besar terlebih dahulu, maka anda tidak akan bisa memasukkan semuanya."

Apa yang dimaksud dengan "batu besar" dalam hidup anda? Anak-anak anda; Pasangan anda; Pendidikan anda; Hal-hal yang penting dalam hidup anda; Mengajarkan sesuatu pada orang lain; Melakukan pekerjaan yang kau cintai; Waktu untuk diri sendiri; Kesehatan anda; Teman anda; atau semua yang berharga. Ingatlah untuk selalu memasukkan "Batu Besar" pertama kali atau anda akan kehilangan semuanya.

Bila anda mengisinya dengan hal-hal kecil (semacam kerikil dan pasir) maka
hidup anda akan penuh dengan hal-hal kecil yang merisaukan dan ini semestinya tidak perlu. Karena dengan demikian anda tidak akan pernah memiliki waktu yang sesungguhnya anda perlukan untuk hal-hal besar dan penting. Oleh karena itu, setiap pagi atau malam, ketika akan Merenungkan cerita pendek ini, tanyalah pada diri anda sendiri: "Apakah "Batu Besar" dalam hidup saya?" Lalu kerjakan itu pertama kali."
Sumber : Milis

Sesudah Idul Fitri


Banyak orang yang berpendapat bahwa keluar dari Ramadan yang ditutup dengan Shalat Idul Fitri menjadikan kita kembali ke Fitri, suci seperti bayi yang baru lahir. Tentu saja pendapat ini sangat terbuka untuk diperdebatkan.

Amalan puasa dan ibadah-ibadah lain apabila dilakukan dengan penuh keimanan akan dapat menghapuskan dosa-dosa sepanjang tidak melakukan dosa besar. Penghapusan disini hanyalah hukuman dari perbuatan-perbuatan tersebut, tetapi catatan-catatan hitam yang telah tergores tidak akan hapus dan hilang selamanya, seperti pada ayat berikut,

Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. [QS. 99:7-8]

Lalu bagaimana mungkin kita seperti kesucian bayi kembali?

Persepsi suci kembali seperti bayi dapat menjerumuskan kita kepada kelengahan sehingga kehati-hatian dalam menjaga perbuatan maksiat akan melonggar karena ada anggapan dan kebanggaan tidak punya dosa lagi. Sehingga kalau terpeleset masih merasa aman karena dosanya hanya sedikit, sementara dosa yang lama sudah bersih.

Indikator yang menyatakan bahwa kita telah melewati ramadan dan idul fitri dengan hasil yang gemilang ialah tertatanya hati menghadapi kehidupan yang tercermin pada sikap optimisme, semangat juang, dan ikhlas menghadapi setiap kemungkinan rona kehidupan selanjutnya. Akan timbul suatu kecintaan terhadap Allah dan RasulNya, demikian pula kecintaan terhadap sesama manusia. Dengan demikian dalam pergaulah sehari-hari tidak ada lagi riak kebencian, sekalipun mungkin ia tersakiti oleh orang lain.

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. [QS. 3:133-134]

Buah dari ramadan yang diperoleh seperti diatas (menjadi orang yang takwa), agar tetap terjaga dan tumbuh subur, perlu pemeliharaan yang tiada hentinya dan dengan penuh kesungguhan, yakni tekun dan sabar melaksanakan semua perintah dan meninggalkan semua larangan Allah (defenisi takwa). Dan apabila dalam perjalanan, terperosok dalam perbuatan nista, sebesar atau sekecil apapun, segerahlah memohon ampunan dan taubat dengan sunguh-sungguh, insya Allah kita akan tetap dijalan yang lurus. Siraatolmustakiim.

"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. 39:53]

Saudaraku, selamat berjuang mudah-mudahan ketemu lagi ramadan mubarak tahun depan.

AKU INGIN


Dia berkata : Aku ingin menjadi orang yang alim
Baginda S.A.W menjawab : Takutlah kepada Allah maka engkau akan jadi orang yang alim

Dia berkata : Aku ingin menjadi orang paling kaya
Baginda S.A.W menjawab : Jadilah orang yang yakin pada diri sendiri maka engkau akan jadi orang paling kaya

Dia berkata : Aku ingin menjadi orang yang adil
Baginda S.A.W menjawab: Kasihanilah manusia yang lain sebagaimana engkau kasih pada diri sendiri maka jadilah engkau seadil-adil manusia

Dia berkata : Aku ingin menjadi orang yang paling baik
Baginda S.A.W menjawab: Jadilah orang yang berguna kepada masyarakat maka engkau akan jadi sebaik-baik manusia

Dia berkata : Aku ingin menjadi orang yang istimewa di sisi Allah
Baginda S.A.W menjawab : Banyakkan dzikrullah niscaya engkau akan jadi orang istimewa di sisi Allah

Dia berkata : Aku ingin disempurnakan imanku
Baginda S.A.W menjawab : Baikkanlah akhlakmu niscaya imanmu akan sempurna

Dia berkata : Aku ingin termasuk dalam golongan mereka yang taat
Baginda S.A.W menjawab : Tunaikan segala kewajiban yang difardhukan maka engkau akan termasuk dalam golongan mereka yang taat

Dia berkata : Aku ingin berjumpa Allah dalan keadaan bersih dari dosa
Baginda S.A.W menjawab : Bersihkan dirimu dari dosa niscaya engkau akan menemui Allah dalam keadaan suci dari dosa

Dia berkata : Aku ingin dihapuskan segala dosaku
Baginda S.A.W menjawab : Banyaklah beristighfar niscaya akan dihapuskan(kurangkan ) segala dosamu

Dia berkata : Aku ingin menjadi semulia-mulia manusia
Baginda S.A.W menjawab : Jangan berprasangka pada orang lain niscaya engkau akan jadi semulia-mulia manusia

Dia berkata : Aku ingin menjadi segagah-gagah manusia
Baginda S.A.W menjawab : Senantiasa berserah diri (tawakkal) kepada Allah niscaya engkau akan jadi segagah-gagah manusia

Dia berkata : Aku ingin dimurahkan rezeki oleh Allah
Baginda S.A.W menjawab : Senantiasa berada dalam keadaan bersih (darihadast) niscaya Allah akan memurahkan rezeki kepadamu

Dia berkata : Aku ingin termasuk dalam golongan mereka yang dikasihi oleh Allah dan rasulNya
Baginda S.A.W menjawab : Cintailah segala apa yang disukai oleh Allah dan rasulNya maka engkau termasuk dalam golongan yang dicintai oleh Mereka

Dia berkata : Aku ingin diselamatkan dari kemurkaan Allah pada hari qiamat
Baginda S.A.W menjawab : Jangan marah kepada orang lain niscaya engkau akan selamat dari kemurkaan Allah dan rasulNya

Dia berkata : Aku ingin diterima segala permohonanku
Baginda S.A.W menjawab : Jauhilah makanan haram niscaya segala permohonanmu akan diterimaNya

Dia berkata : Aku ingin agar Allah menutupkan segala keaibanku pada hari qiamat
Baginda S.A.W menjawab : Tutupilah keburukan orang lain niscaya Allah akan menutup keaibanmu pada hari qiamat

Dia berkata : Siapa yang selamat dari dosa?
Baginda S.A.W menjawab : Orang yang senantiasa mengalirkan air mata penyesalan,mereka yang tunduk pada kehendakNya dan mereka yang ditimpa kesakitan

Dia berkata : Apakah kebaikan terbesar di sisi Allah?
Baginda S.A.W menjawab : Baik budi pekerti, rendah diri dan sabar menghadapi cobaan Allah

Dia berkata : Apakah kejahatan terbesar di sisi Allah?
Baginda S.A.W menjawab : Buruk akhlak dan sedikit ketaatan

Dia berkata : Apakah yang meredakan kemurkaan Allah di dunia dan akhirat ?
Baginda S.A.W menjawab : Sedekah dalam keadaan sembunyi dan menghubungkan
persaudaraan

Dia berkata: Apakan yang akan memadamkan api neraka pada hari qiamat?
Baginda S.A.W menjawab : Sabar di dunia dengan bala dan musibah



Gaya Kompas Mengobarkan Permusuhan


Oleh : Redaksi 03 Oct 2008 - 1:00 am

KH Cholil Ridwan menilai Kompas memang menjadi alat Katholik atau missi zending. “Jadi apa-apa yang merugikan umat Islam pasti dimuat, termasuk tulisan yang menyerang MUI,” tegasnya.

Untuk kesekian kalinya Harian Kompas kembali memuat tulisan yang yang sangat tendensius tentang Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tulisan tendensius tentang MUI ini dimuat di Kompas edisi Senin, 8 September 2008, halaman 44, di rubrik Bentara, melalui tulisan Sumanto Al Qurtuby dengan judul, “Mendesain Kembali Format Dialog Agama”.

Sumanto menulis, “Menariknya, masih menurut Rumadi, dalam peristiwa kekerasan berbasis agama ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mestinya berperan sebagai pengayom umat, dalam banyak hal justru sering menjadi aktor utama (prime mover) dan inspirator kekerasan.
MUI yang seharusnya menjadi pemersatu kelompok-kelompok keaga-maan yang terbelah justru menjadi ”polisi agama” yang ikut menggebuk kelompok-kelompok keagamaan yang divonis sesat dan menyimpang. MUI yang semestinya berfungsi sebagai penyejuk dan ”oase spiritual” bagi umat manusia apapun agama dan keyakinan mereka seperti dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW justru ikut menjadi pembakar amarah massa dan penyulut kebencian. Pula, MUI yang seharusnya menjadi wadah dialog agama yang terbuka justru menjadi sarang kelompok konservatif yang anti-dialog dan pluralisme. Apa yang menimpa MUI ini tentu menjadi sebuah ironi mengingat sebagai institusi agama yang ”dihidupi” dari uang rakyat melalui APBN, tidak sepantasnya jika MUI terlibat dalam kekerasan agama yang mengorbankan rakyat itu sendiri.”

Pemuatan tulisan yang menyerang MUI ini tentu bukan karena unsur ketidaksengajaan. Berkali-kali harian yang diterbitkan oleh kelompok Katholik ini melakukan hal serupa. Sikap tersebut tampaknya memang sudah menjadi ideologi Kompas selama ini.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Ridwan menilai Kompas memang menjadi alat Katholik atau missi zending. “Jadi apa-apa yang merugikan umat Islam pasti dimuat, termasuk tulisan yang menyerang MUI,'' tegasnya kepada SI. Seharusnya jika harian itu menggunakan kaidah jurnalistik yang benar, ada klarifikasi terlebih dahulu dari pihak-pihak yang akan dirugikan dari tulisan tersebut.
Ia menjelaskan, kini banyak pihak menjadi kepanjangan tangan kepen-tingan Barat yang anti Islam. Mereka dibayar untuk melakukan itu. “Jadi kalau mereka tidak anti MUI, tidak menyerang MUI maka berarti mereka tidak melaksanakan tugasnya. Mereka tidak akan dapat proyek baru lagi. Saya kira itu yang bisa kita pahami,'' tuturnya.
Menanggapi tulisan Sumanto yang menuding MUI sebagai sumber keke-rasan, KH Cholil tidak bisa menerimanya. Ia kemudian mengilustrasikan rusuh musik di Bandung yang menewaskan 10 orang atau rusuh di Maluku Utara serta rusuh di berberbagai daerah yang tidak pernah dibicarakan. “Semata-mata mereka memang sudah antipati terhadap MUI. Dia orang Islam yang tidak pernah mau membela Islam. Tapi dia orang Islam yang menjadi kepanjangan kaki tangan Barat,” tegasnya seraya menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara fatwa MUI dengan kekerasan.

Jejak Kekurangajaran

Dalam kasus eksekusi mati Tibo dan kawan-kawan, misalnya. Kompas hampir seratus persen menjadi corong mereka yang menolak eksekusi mati tersebut, sebagaimana tercermin melalui berbagai opini yang dipublikasikannya.

Dalam pemberitaannya, Kompas hampir tidak pernah memberikan ruang bagi mereka yang pro eksekusi mati Tibo dkk. Padahal, sudah jelas Tibo dkk membunuh ratusan santri Ponpes Wali-songo, Poso, dengan tangannya sendiri. Dalam hal Tibo dkk hanyalah wayang yang dimainkan aktor intelektual, itu lain persoalan. Yang jelas secara pidana Tibo dkk memang terbukti membantai ratusan orang.
Keberpihakan terhadap mereka yang kontra eksekusi mati Tibo, menunjukkan bahwa sebagai media nasional Kompas tidak punya hati nurani. Harian itu bukan saja mengabaikan amanat hati nurani rakyat yang menjadi mottonya, tetapi juga telah melukai rasa keadilan umat Islam

Contoh lain, dalam kasus pro-kontra RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Kompas jelas-jelas mengambil posisi kontra RUU-APP. Berbagai pemberitaan yang berkenaan dengan itu memperlihatkan dengan jelas bahwa harian itu diskriminatif. Opini yang ditampilkan juga berpihak. Misalnya, Kompas edisi 29 Maret 2006 menampilkan opini Siswono Yudhohusodho berjudul Negara dan Keberagaman Budaya. Siswono yang pada intinya menolak RUU APP karena menganggapnya salah satu produk hukum yang sangat beraroma Syari'at Islam. Menurut Siswono,
”...Sebagai konsekuensi negara kesatuan (unitarian) yang menempatkan seluruh wilayah negara sebagai kesatuan tunggal ruang hidup bangsa, sebuah RUU juga harus didrop bila ada satu saja daerah yang menyatakan menolaknya karena tidak cocok dengan adat istiadat dan budaya setempat. RUU APP sudah ditolak di Bali dan Papua.”

Majalah Risalah Mujahidin menilai argumen Siswono jelas terlihat dungu. Ia tidak saja mengabaikan konsep demokrasi, tetapi mendorong munculnya tirani minoritas atas mayoritas. Bukankah Bali dan Papua minoritas? Melalui opininya itu, Siswono sengaja menekankan supaya umat Islam yang mayoritas bila hendak membuat aturan bagi umat Islam, harus terlebih dulu meminta persetujuan masyarakat Bali dan Papua. Bila mereka menolak, berarti aturan itu harus juga ditolak sebagai konsekuensi dari konsep unitarian (negara kesatuan). Sebaliknya, bila orang Papua mau berkoteka, atau bila umat Hindu Bali mau menjalankan ritual musyriknya serta memaksakan penerapan 'syariat' Hindu kepada non Hindu di Bali, itu harus didukung dalam rangka melestarikan keluhuran budaya bangsa.

Logika seperti itu, dipublikasikan Kompas tentu bukan tanpa maksud. Tidak bisa disalahkan bila ada yang menafsirkan hal itu dilakukan Kompas dalam rangka memprovokasi umat Islam Patut juga dipertanyakan, apa kualifikasi yang dimiliki Siswono sehingga gagasan dan logikanya layak ditampilkan di harian tersebut dan dalam rangka mewakili kalangan siapa?

Ketika wacana Perda Syari'at mengemuka, Kompas lagi-lagi menempati posisi strategisnya, yaitu menolak! Koran ini selalu menggunakan orang Islam untuk menentang hal-hal berbau Islam. Dalam hal perda ini, lihat saja mereka menampilkan Eros Djarot. Pada Kompas edisi 12 Juni 2006, Eros Djarot melalui opininya berjudul “Saatnya Duduk Bersama” menyimpulkan, perda bernuansa syari'at adalah bagian dari nafsu politik membangun negara di dalam negara, dan Perda Syari'at adalah gambaran Indonesia yang amburadul. Perda Syari'at juga dinilai Eros sebagai “hukum lain” di luar hukum positif.

Padahal orang tahu, Eros Djarot bukan pakar hukum, sehingga tidak mengerti bahwa menyerap hukum Islam ke dalam hukum positif adalah merupakan salah satu kaidah terbentuknya hukum positif. Tentu aneh dan janggal bila hukum positif di tengah masyarakat yang mayoritas Islam bersumber dari hukum-hukum yang diterbitkan oleh kolonialis dan imperialis. Apalagi, hukum Islam sudah diberlakukan bagi masyarakat Islam di kawasan Nusantara ini jauh sebelum kemerdekaan NKRI. Eros Djarot juga bukan pakar sejarah, sehingga ia tidak tahu bahwa orang Islam di Indonesia telah menerima dan menerapkan hukum Islam di dalam masyarakatnya secara menyeluruh, dan diperbolehkan pemerintah kolonial Belanda, jauh sebelum kemerdekaan. Fakta ini diungkapkan oleh pakar hukum bangsa Belanda, LWC Van Den Berg (1845-1927).

Sejak berkumandangnya wacana per-da syari'at dan RUU APP, Kompas telah menjadi corong propaganda gerakan anti syariat dan anti Arab. Padahal, Arab dalam konteks sebagai etnik, bahasa dan nilai budaya, sudah menjadi salah satu anasir yang membentuk bangsa dan budaya Indonesia, sebagaimana Cina dan Hindu.

Corong Sepilis

Harian Kompas kian terang menjadi corong kaum Sepilis (sekularis, pluralis, dan liberalis). Melalui media inilah kaum Sepilis mengaktualisasikan pemikirannya yang menyerang Islam dan kaum Muslimin. Hanya saja, sebagai corong Sepilis, dalam prakteknya Kompas juga tidak konsisten, karena hanya mau menerima opini dari satu warna saja yaitu warna sepilis.

Paling sering Kompas mempublikasikan opini dari Ulil, Sukidi, Nurcholish, Dawam, Gus Dur dan sejenisnya. Tidak terlihat Kompas punya itikad baik mau menyodorkan warna yang berbeda dengan menampilkan penulis yang terbukti mampu mematahkan argumen nama-nama tadi.

Mungkin Kompas berpikir sedang memberikan kontribusi di dalam mencip-takan Indonesia yang damai dan santun dengan mempublikasikan tulisan (opini) yang disumbangkan kaum Sepilis. Patut diduga, diskresi itu justru membuat panas situasi. Jangan-jangan memang Kompas ini sedang memantikkan api yang bisa membakar situasi ketegangan horizontal di Indonesia. [mujiyanto/pendi/dari berbagai sumber/www.suara-islam.com]