************************************************************************************************************************
Saudaraku, kalau artikel dalam blog ini bermanfaat informasikanlah kepada muslim yang lain
(Setiap kata yang mencerahkan orang lain, Insya Allah, anda akan mendapat ganjaran pahala)
============================================================================

Senin, 27 Juni 2011

Berusaha menikmati penyakit


Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [QS. 67:2]

Penyakit adalah merupakan penderitaan yang pernah dialami oleh semua manusia yang hidup didunia. Secara logika tidak mungkin dapat dinikmati. Namun pertanyaannya adalah apakah orang-orang yang sakit, terutama yang periode sakitnya cukup lama, tidak bisa menikmati lagi hidupnya sehari-hari selama periode sakit tersebut. Tubuh manusia mempunyai adaptasi yang luar biasa, rasa sakit yang terus-menerus dideritanya intentsitas sakitnya makin lama makin menurun walaupun penyakitnya tetap seperti biasa. Bagi seorang muslim tentu saja sangat yakin dengan Firman Allah sbb.:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. [QS. 2:286]

Apabila rasa sakit yang keras datang dan dalam priode yang lama sering membuat orang frustrasi dan putus asa, tetapi cobalah mengingat-ingat ayat tersebut di atas dan beberapa hadis berikut sangat banyak membantu, tentu saja semuanya itu dapat bekerja apabila dilandasi dengan iman yang kuat.

Aisyah meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda, "apabila seorang mukmin menderita satu penyakit, maka Allah akan membersihkan dosa-dosanya sebagaimana tukang pandai besi membersihkan besi dari karat-karatnya." (HR. Ibnu Hibban)

Bahkan kebiasaan berupa ibadah yang menghasilkan pahala yang sering dilakukan sebelum sakit tidak dapat lagi dilakukan selama masa sakit, pahalanya tetap dihitung seperti pada saat mengerjakannya sebelum sakit.

Abdullah bin Amr meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda, "tidak seorang mukmin pun yang ditimpa cobaan pada jasadnya, melainkan Allah memerintahkan kepada malaikatnya, tuliskanlah untuk hamba-Ku, siang dan malam, kebaikan apa saja yang dia lakukan seperti sebelumnya selama dia masih berpegang kepada-Ku." (HR Ahmad)

Abu Hurairah pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, "penyakit yang menimpa seorang mukmin merupakan penghapus bagi dosa dan kesalahan yang dilakukannya." (HR al-Hakim)

Saudaraku, tidak mungkin kita memberontak terus menerus terhadap penyakit yang kita derita, semakin dilawan dalam arti menolak keberadaannya maka semakin keras pendertiaan yang kita alami, mau apalagi itulah realitas hidup yang kita sedang jalani. Langkah yang bijak adalah dengan hati yang ikhlas menerima keberadaannya sambil berusaha sekuat tenaga melakukan pengobatan dan penyembuhan disertai doa dan istighfar yang tidak putus-putusnya agar diberi kesembuhan dan kekuatan menjalani masa-masa yang berat.

Ingatlah bahwa waktu berjalan terus sedangkan kesulitan dan penyakit pasti ada akhirnya, suatu saat kita akan menikmati masa-masa perjuangan yang sulit dan melelahkan ini.

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, [QS. 94:5]


Senin, 13 Juni 2011

Puncak Syukur



Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". [QS. 14:7]

Apabila kita menghayati ayat diatas, sebenarnya bagi kita tidak ada pilihan lain kecuali bersyukur, baiknya pilihan tersebut sangat menguntungkan dan memberi kenyamanan bagi kita apabila melaksanakannya, lalu bagaimana sebaiknya cara bersyukur. Apakah memerlukan perjuangan yang keras, sehingga banyak orang tidak sanggup melakukannya?

Mensyukuri nikmat dapat dilakukan dengan tiga cara: mensyukuri dengan hati yaitu dengan meyakini segala sesuatu yang kita peroleh adalah karunia dari Allah, mensyukuri dengan lisan dengan mengucapkan Alhamdulillah dan menyebut-nyebut karunia Allah dan memanfaatkannya di jalan yang baik, mensyukuri dengan perbuatan yaitu dengan mentaati perintah dan larangan dari Allaw Swt. Dengan demikian dalam suasana apapun selalu ada sesuatu yang disyukuri. Intensitas rasa syukur yang kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari menandakan juga tingkat keimanan dan ketakwaan seseorang. Yang jelas semakin banyak bersyukur semakin baik pula bagi dirinya.

Dan "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; [QS. 31:12]

Setiap memperoleh nikmat dan diikuti dengan rasa syukur Allah akan menambahkan nikmat-nikmat yang lain, lalu bagaimana kalau kita memperoleh nikmat yang banyak tentunya harus diikuti pula dengan rasa syukur yang lebih banyak lagi, dan puncak dari pernyataan rasa syukur adalah :

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. [QS. 108:1-2]

dari Aisyah berkata: Bila shalat, Rasullullah Saw. berdiri hingga kaki beliau bengkak. Aisyah berkata: Wahai Rasullullah, kenapa tuan melakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosa tuan yang telah berlalu dan yang dikemudian. Beliau bersabda: “Apakah aku tidak menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Muslim)

Saudaraku, Shalat adalah puncak pengabdian seorang hamba kepada khalikNya, segala keinginan, kegalauan, dan keluh kesah dapat disampaikan secara langsung seorang hamba kepada Allah Swt. Oleh karena itu rasa syukur yang dihaturkan seorang hamba puncaknya pun ketika melakukan shalat kepadaNya, semakin banyak melakukan shalat berarti semakin tinggi rasa syukur yang dipersembahkan kepada Allah. Lihatlah junjungan Nabi kita Muhammad Saw. Sampai bengkak-bengkak kakinya dalam melaksanakan shalat sebagai rasa syukurnya kepada Allah Swt.

Mari introspeksi seberapa besar syukur kita selama ini telah tercermin dalam banyaknya dan kwalitas shalat yang telah kita kerjakan. Ayo setiap tambahan rakaat shalat yang dikerjakan berarti rasa syukur juga telah dibuktikan dalam perbuatan, lisan dan hati.
Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur. [QS. 23:78]


Senin, 06 Juni 2011

Perjalanan 2 sisi kehidupan



Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. [QS.28:77]

Dua sisi kehidupan yang dimaksud disini adalah kehidupan yang banyak berorientasi dunia dan yang berorientasi akhirat. Penggunaan dua sisi ini hanyalah penyederhanaan saja karena sesungguhnya keduanya tidak dapat dipisahkan, hanya saja dalam kehidupan, kita punya pilihan-pilihan untuk memprioritaskan salah satunya dalam kehidupan sehari-hari.


Mari menengok kebelakang melihat perjalanan kehidupan kita, kadang-kadang kita berujar kelihatannya saya ini terlalu banyak mengejar dunia, atau menilai seseorang yang kerjanya cuma mengejar akhirat saja. Kadang-kadang memang secara tidak sadar atau mungkin juga sengaja lebih focus mengejar dunia berpuluh tahun dan memperhatikan masalah akhirat sangat sedikit. Tentu saja ini dilakukan karena menganggap dengan cara inilah kebahagian dapat diraih. Tetapi kenyataan juga menampakkan bahwa yang kita inginkan itu jauh dari harapan. Disisi lain ada yang gigih mengejar akhirat, tetapi kehidupannya terbengkalai karena tidak sanggup menopang kebutuhan hidupnya secara wajar, juga tidak bisa tenang dalam beribadah.

Sebaiknya dalam kehidupan ini tidak tenggelam dalam memburuh dunia, karena dunia akan ditinggalkan, tetapi juga tidak melulu masalah akhirat yang dikerjakan karena kita hidup didunia, harus ada kesejajaran dan kesinambungan sehingga kita dapat hidup didunia dengan kemampuan melakukan persiapan akhirat yang terbaik.
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? [QS. 6:32]
“Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu, seolah-olah kamu akan mati besok” (HR. Baihaqi).

Saudaraku, itulah mungkin yang dianjurkan oleh para pemuka agama agar selalu menjaga adanya keseimbangan antara dunia dan akhirat. Hanya saja keseimbangan ini tidak dapat diukur dalam perhitungan matematis. Seorang petani yang berkerja keras di sawah yang diniatkan untuk menopang kehidupannya agar lebih baik dalam beribadah, setiap memulai kerjanya dengan mengingat Allah dan menyelesaikan dengan rasa syukur dan dalam proses pekerjaannya tidak melakukan yang dilarang oleh Allah, maka disitulah keseimbangan antara dunia dan akhirat.
“Demi, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi kebutuhanmu, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Keterkaitan kepada Allah dalam segala aktivitas yang dilakukan, apakah itu yang bersifat ibadah langsung atau aktivtitas yang berkaitan dengan kegiatan sehari-hari dalam rangka mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan keluarga, adalah kunci tercapainya keseimbangan hidup dunia dan akhirat.

“Kami telah menjadikan untukmu semua di dalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan. (QS. 7:10).


Jumat, 03 Juni 2011

Zona nyaman



Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [QS. 2:216]

Zona nyaman adalah suatu keadaan, posisi, kedudukan, martabat, kebiasaan, usaha, atau apapun yang berhubungan dengan kehidupan kita, dimana kita sudah merasa nyaman dan tidak mau meninggalkan keadaan itu, padahal situasi ini belum tentu terbaik bagi kita, baik karena potensi untuk mendapatkan keadaan yang jauh lebih baik maupun karena kapasitas yang kita miliki belum tereksploitasi dengan maksimal.

Seorang professional muda yang energik mendapatkan posisi yang baik dan dengan penghasilan yang tinggi sudah bertahun-tahun dalam posisi seperti itu tidak berani mengambil reziko untuk mencari tantangan baru, seorang tukang ojek muda yang cerdas dapat memperoleh penghasilan ratusan ribu perhari sudah merasa senang sehingga tidak sempat lagi mengembangkan potensi yang lain. Dari perspektif yang lain, seorang pengusaha yang sukses yang hidupnya serba menyenangkan sehingga waktunya habis untuk memoles bisinis dan penampilannya, tentunya sudah sulit untuk banyak bermasyarakat apalagi sekedar shalat berjamaah di Masjid. Seorang penikmat dan pemburu makanan-makanan enak di seantero negeri, tentu saja sangat jarang melakukan puasa sunat misalnya.

Ada suatu pepatah yang sudah kita ketahui semuanya: "bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian". Banyak orang sukses yang asalnya dari orang susah mengetahui betul falsafah dari pepatah ini, dan dalam hal tertentu kita semua juga sudah mempraktekkannya. Kalau dibaca terbalik pepatah ini maka orang yang sudah merasa nyaman dengan keadaannya saat ini berarti suatu ketika ia akan mengalami kesulitan, bukankah kenyamanan telah diperoleh sebelumnya, ingatlah bahwa orang-orang kafir akan disempurnakan kesenangannya di dunia.

Daripada Anas Bin Malik r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Adapun bagi orang yang kafir: ia akan diberi balasan karena kebaikannya di dunia, tetapi ketika di hari kiamat tidak ada balasan baginya” (Hadith Riwayat Abu Daud)
"Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik”. [QS. 46:20]

Saudaraku, merasakan kesenangan dan kenyamanan dunia bukan berarti sesuatu yang dilarang, tetapi kesenangan dunia ini sangat sepele jangan sampai melupakan kita kepada kesenangan yang sesungguhnya. Dunia bukan tempatnya menikmati hasil kerja, tetapi menikmati beramal saleh, sedangkan segala hasil dan kesenangan nanti kita peroleh di akhirat. Dunia ini tidak mampu menerima kenyamanan yang berkesinambungan karena berakhir dengan penyakit dan kegelisahan. Oleh karena itu fokuskanlah kesenanganmu kepada akhirat. Dan waspadalah apabila merasa berada dalam zona nyaman, ilusi dunia yang banyak menipu orang-orang tak sabar.

dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan. [QS. 93:4]