Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), di sisi Allah-lah pahala yang besar. [QS. 64:15]
Bagi seorang mukmin, anak adalah titipan Allah yang harus dijaga dan dipelihara karena ia adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Ia juga menjadi penyambung amal-amal setelah kita kembali kehadirat-Nya, apabila ia bisa menjadi anak yang shaleh.
Ada dua sikap paradok orang tua dalam mempersiapkan anaknya dimasa depan. Yang pertama, orang tua yang berusaha menyediakan segala fasilitas kebutuhan anak-anaknya setelah ia tinggalkan. Mulai dari pendidikan, pekerjaan, kekayaan, dan sebagainya, sehingga kalau perlu anaknya tersebut tidak berbuat apapun kehidupannya tetap terjamin sampai anak-anaknya, bahkan sampai tujuh turunan.
Yang kedua, orang tua yang bekerja membanting tulang untuk mempersiapkan anaknya agar berhasil sehingga dihari tua kelak hidupnya terjamin. Apabila anaknya tidak berhasil atau anaknya tidak tahu balas budi maka hidupnya akan sengsara.
Ada kekhawatiran yang tinggi kalau mereka tidak bisa mempersiapkan seperti itu. Orang tua pertama takut anaknya kekurangan, sedangkan orang tua kedua takut hidupnya kekurangan dihari tuanya. Mereka berani berkorban apapun untuk keberhasilan anak-anaknya dan kadang-kadang melupakan dirinya sendiri, melupakan kewajiban kepada Tuhannya, seperti enggan membayar zakat, shalatnya sering terabaikan, dan kewajiaban lainnya, karena kesibukan untuk kepentingan anak-anaknya.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. [QS. 63:9]
Saudaraku, rezeki anak-anak kita sudah ditentukan Allah Swt, dan rezeki mereka tidak perlu harus melalui kita. Persiapan yang perlu kita berikan tidak perlu sejauh yang kita bayangkan diatas. Ingat ketika kita masih muda dahulu, yang kita makan, yang kita miliki tidak semua dari orang tua. Anak-anak malu kalau sudah berkeluarga masih dihidupi dari usaha orang tuanya. Mereka punya kebanggaan sendiri dengan usaha dan pekerjaannya walaupun mungkin lebih sederhana.
Saudaraku, harta yang anda miliki gunakanlah secara proposional untuk kepentingan sendiri sesudah mati, dengan jalan menyimpan melalui pemanfaatan untuk orang banyak. Ini menjadi ukuran tingkat kecintaan anda kepada Allah.
"Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya (kekuasan-Nya), salah seorang di antara kamu tidaklah beriman sehingga saya lebih dicintai olehnya daripada orang tua dan anaknya". (HR: Bukhari)
Saudaraku, persiapan terbaik untuk anak kita adalah menanamkan semangat juang dan iman yang kokoh, sehingga dimanapun mereka berada minimal tidak menjadi beban dan gangguan terhadap orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar