************************************************************************************************************************
Saudaraku, kalau artikel dalam blog ini bermanfaat informasikanlah kepada muslim yang lain
(Setiap kata yang mencerahkan orang lain, Insya Allah, anda akan mendapat ganjaran pahala)
============================================================================

Kamis, 13 November 2008

Irene Handono


Republika, Jumat, 01 Februari 2002
Al-Ikhlas Menuntunnya kepada Kebenaran Islam

Keraguan terhadap doktrin ketuhanan dalam sebuah agama, memang dapat menjadi penyebab terguncangnya keimanan seseorang terhadap agamanya. Hal inilah yang terjadi pada diri Irene Handono, mantan biarawati yang sekarang menjadi ketua Gerakan Muslimah.

Keraguan dirinya terhadap doktrin ketuhanan yang sebelumnya dianut, berawal ketika dia harus mempelajari Alquran sebagai salah satu mata kuliah Islamologi di Institut Filsafat Teknologia Surabaya pada tahun 1976.

Pada suatu malam, ketika ia harus mempersiapkan diri untuk kuliah esok harinya, Irene mencoba membuka kitab suci tersebut. Dan takdir Allah memang tak dapat dielakkan, pada saat itu terbuka olehnya surat Al-Ikhlas yang menegaskan akan keesaan Tuhan, sebuah doktrin ketuhanan yang berbeda dengan doktrin agama yang dianutnya.

Dia lalu membandingkan keesaan Tuhan yang diajarkan Islam dengan trinitas yang dipahami sebelumnya --yang selalu diajarkan dengan perumpaan segitiga, di mana segitiga itu tetap satu walau memiliki tiga sisi.

Pemahaman dan penjelasan pastor di bangku kuliah, tak membuat Irene puas atas doktrin ketuhanan yang dianutnya. Malam hari seusai kuliah, dia kaji lagi surat tersebut. Makin dalam ia mengkaji makin bimbang dirinya memahami doktrin ketuhanan yang dianutnya.

Meski dua tahun dia mengeyam kuliah di institut tersebut, akan tetapi tak membuat Irene makin yakin dengan doktrin ketuhanan agamanya. Sebaliknya, dia makin penasaran akan kebenaran doktrin Islam. Karenanya ia makin intensif mempelajari Islam.

Sekitar delapan tahun Irene mempelajari Islam dan hatinya makin cenderung terhadap agama itu. Secara perlahan ia mulai berseberangan dengan biara tempatnya mengabdi. Dalam kurun waktu itu, ia terus mengasah pengetahuannya tentang Islam selain mempertimbangkan risiko yang harus dihadapinya --baik dari pihak biara maupun keluarganya-- bila kelak ia hijrah ke Islam. Ia membayangkan akan terputusnya hubungan dengan orang-orang yang sangat dicintainya bila ia memeluk Islam.

Kebimbangan sempat muncul dalam benaknya, akan konsekuensi yang akan menimpa dirinya kalau ia menjadi Muslimah. Dia mafhum, dia pasti berpisah dengan keluarga serta saudaranya.

Namun keyakinannya akan Allah, diperkuat dengan pemahaman bahwa dirinya akan mendapatkan persaudaraan yang lebih luas dalam Islam. Keyakinan ini memupuskan kebimbangannya. "Persaudaraan Islam, merupakan persaudaraan universal yang melintasi batas-batas ras, warna kulit, bahasa, maupun negara," tuturnya mantap.

Akhirnya setelah merasa yakin akan kebenaran Islam, lewat doktrin ketuhanan serta persaudaraan dalam Islam, menjelang Ramadhan di tahun 1983, Irena Handono mengucapkan dua kalimat syahadat menjadi seorang Muslimah.

Prosesi ikrar keislaman dirinya, dilaksanakan dengan bimbingan ketua MUI Jawa Timur waktu itu, KH Misbach. Dan ikrar keislaman itu sendiri dilaksanakan di masjid Al-Falah Surabaya.

Tak lama setelah menjadi Muslimah, Allah mempertemukan wanita asal Surabaya itu, dengan seorang pria Muslim bernama Masrukhin Yusufi, dalam sebuah ikatan suci. Hingga kini mereka dikaruniai tujuh putra dan satu putri.

Kini, setelah 19 tahun menjadi Muslimah, wanita kelahiran Surabaya 48 tahun lalu ini, makin mantap dengan keislamannya. Dan kemantapan hatinya dalam Islam, mendorong dirinya berkhidmad kepada agama Allah melalui sebuah organisasi bernama Gerakan Muslimah.

Organisasi inilah yang telah memberinya kesempatan untuk mengaktualisasikan ajaran Islam yang ia anut. Dan melalui organisasi ini pula Irene membantu pembinaan para muallaf, khususnya wanita.

Tidak ada komentar: