************************************************************************************************************************
Saudaraku, kalau artikel dalam blog ini bermanfaat informasikanlah kepada muslim yang lain
(Setiap kata yang mencerahkan orang lain, Insya Allah, anda akan mendapat ganjaran pahala)
============================================================================

Rabu, 29 Oktober 2008

Ketika saatnya tiba


Ketika saatnya tiba, ia datang tidak mengenal waktu dan tempat. Mungkin saat malam ketika kita sedang bercengkeramah dengan keluarga. Mungkin di padang golf ketika mentari baru saja tersenyum dari arah timur. Mungkin di kamar ICU diselimuti warna putih dan dililit selang infus. Dan ribuan kemungkinan yang dapat terjadi yang menutup keberadaan kita di dunia ini.

Suatu ketika Beliau, Rasulullah Saw, menjenguk seseorang yang sedang sakit, dan beliau bersabda, "Aku tahu apa yang sedang dialaminya. Tak ada satu pembuluhpun yang tidak merasakan pedihnya derita kematian." (Al Bazzar, Al-Musnad, Haitsami, Majma`, II.322)

Ketika kematian datang nyawa berpisah dengan tubuh dari arah kaki keatas melalui urat-urat, pembuluh, tulang. Dan setiap perpisahan dengan organ tubuh terserbut sakitnya sama dengan tiga ratus tusukan pedang. Berapa banyak urat-urat, pembuluh, tulang dan organ tubuh yang lain dalam tubuh manusia, mungkin jutaan atau milyaran, dan itu semua akan dilewati oleh nyawa kita pada saat berpisah dengan tubuh. Coba bayangkan kalau setiap organ tubuh kita yang bisa milyaran itu merasakan masing-masing tiga ratus tusukan pedang, Nauzubillah min dzalik.

Saudaraku, itulah sekelumit gambaran betapa dahsyatnya perkara kematian. Maka amat lalailah orang yang tidak mau mengambil pelajaran darinya. Bukankah Rasulullah Saw bersabda "Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian". (HR. Tirmidzi)

Saudaraku, seharusnya apabila kemalasan melanda kita untuk mengerjakan shalat, kita mengingat proses kematian yang menjalar dari ujung jari kuku sampai dengan ujung rambut dikepala yang disertai dengan sejuta lengkingan dan lolongan. Seharusnya ketika kita enggan melaksanakan puasa, kita mengingat proses kematian dimana kepanasan dan kehausan mengerat kerongkongan tanpa setetespun air yang dapat membasahinya. Seharusnya ketika berlaku aniaya kepada seseorang, kita mengingat proses kematian dimana semua kezaliman yang pernah dilakukan akan datang menghunjam laksana pedang menghunjam semua pori-pori kita.

Rasulullah bersabda: Dan seandainya kau mengetahui apa yang kulihat, niscaya engkau akan menyedikitkan tawa dan memperbanyak tangisan, dan kamu akan keluar ke jalanan dan menjerit kepada Allah dikarenakan rasa takutmu akan kerasnya adzab dan sikasa Allah."

Saudaraku, dengan banyak mengingat mati mudah-mudahan kita tidak mengalami proses kematian seperti diatas, tetapi yang kita alami sebagaimana hadist berikut :
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad bersabda, Malaikat mencabut ruhnya seperti menarik sehelai rambut dari gumpalan tepung, dan kepadanya dikatakan,Wahai jiwa yang tenang! Keluarlah dalam keadaan rela dan diridhoi menuju rahmat dan kemuliaan Tuhanmu!. Insya Allah.

Tidak ada komentar: