************************************************************************************************************************
Saudaraku, kalau artikel dalam blog ini bermanfaat informasikanlah kepada muslim yang lain
(Setiap kata yang mencerahkan orang lain, Insya Allah, anda akan mendapat ganjaran pahala)
============================================================================

Selasa, 01 Juli 2008

Terpenjara oleh keinginan


Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [QS, 2:216]

Penderitaan, putus asa, dan pesimisme biasanya terjadi karena sesuatu yang diharapkan dan diinginkan akan diperoleh, tidak tercapai. Hal ini dapat terjadi karena didalam pikiran kita sudah terprogram suatu pendapat bahwa kebahagiaan itu akan saya dapati apabila keinginan yang sebelumnya sudah tertanam dalam jiwa dapat tercapai. Secara tersirat kita katakan bahwa apa yang saya inginkan itulah yang jadi penentu kebahagiaan.

Suatu cita-cita atau keinginan seharusnya memang diusahakan dengan segala daya dan upaya untuk mencapainya. Bahkan bisa menjadi suatu obsesi yang menjadi motivator dalam menghasilkan usaha-usaha yang lain. Kesiapan untuk menerima kesuksesan dalam menggapai keinginan tersebut, harus juga dibarengi dengan kesiapan untuk menerima kegagalan atas terapainya keinginan tsb.

Mendewakan cita-cita, pendapat, keinginan, atau kemauan adalah perilaku yang bertentangan dengan kepasrahan kepada Allah. Siapa yang bisa menjamin bahwa pendapat yang kita pahami tersebut tidak bertentangan dengan kehendak Allah. Mungkin kondisinya yang tidak tepat, waktunya yang tidak tepat, atau keadaan kita secara pribadi yang tidak tepat. Dengan memahami hal ini, apabila cita-cita atau keinginan tidak tercapai jangan langsung dipahami sebagai suatu kegagalan atau malapetaka, boleh jadi keinginan tsb apabila terpenuhi itulah yang akan menjadi malapetaka.

Kalau kita beranggapan bahwa kebahagiaan bersama dengan tercapainya keinginan kita maka siap-siaplah untuk menderita. Berapa banyak keinginan yang muncul dalam pikiran kita setiap harinya dan berapa banyak yang tercapai, hanya sebagian kecil yang muncul sesuai dengan yang diharapkan. Berarti harapan kebahagiaan sangat kecil terjadinya. Akan tetapi apabila anda beranggapan bahwa keinginan (takdir) Allah yang terbaik maka siap-siaplah untuk menerima jamuan kenikmatan yang tidak bertepi.

Saudaraku, keinginan adalah motivator utama dalam berkarya, akan tetapi harus disadari bahwa keinginan kita sangat relatif, bisa baik, atau sebaliknya tidak baik buat kita sendiri. Oleh sebab itu harus diselaraskan atau tunduk dengan kehendak Allah. Kalau ini yang dipedomani anda akan mengharungi dunia dengan bahagia.
Rasulullah saw bersabda bermaksud: “Orang yang sempurna akalnya ialah orang yang suka memeriksa dirinya sendiri, di samping banyak beramal sebagai bekalan untuk menghadapi selepas matinya. Ada pun orang yang lemah pula ialah orang yang selalu mengikut runtunan (keinginan) hawa nafsunya dan berangan-angan.”(HR at-Tirmizi, Ahmad dan Ibnu Majah)
Saudaraku, keinginan kita bukanlah yang terbaik karena ia sering dipoles oleh hawa nafsu sedangkan takdir Allah itulah yang terbaik buat kita. Itulah kebebasan yang nyata.

Tidak ada komentar: