************************************************************************************************************************
Saudaraku, kalau artikel dalam blog ini bermanfaat informasikanlah kepada muslim yang lain
(Setiap kata yang mencerahkan orang lain, Insya Allah, anda akan mendapat ganjaran pahala)
============================================================================

Jumat, 13 Juni 2008

Mati

Hari ini, tetangga satu kompleks kami meninggal dunia. Minggu ini, jamaah kami satu mesjid berpulang kerahmatullah. Bulan ini, sejawat sekantor kami wafat.
Entah kenapa setiap ada yang mati yang terkait dekat dengan kehidupan sehari-hari, kehadirannya begitu bermakna dan nyata. Namun setelah itu kehadiran perasaan disekitar kematian itu pergi lagi. Apakah perlu kita selalu kehilangan orang dekat, agar ingatan pada kematian selalu hadir dalam hati.

Tiadalah sesuatu jiwa akan mati, kecuali dengan izin Allah, pada waktu yang telah ditetapkan. (QS. 3:145)

Kemarin seorang artis meninggal dunia di lapangan olah raga. Minggu kemarin, seorang politikus anggota dewan berpulang kerahmatullah di tempat hiburan. Bulan kemarin, seorang negarawan wafat setelah berbulan-bulan menderita penyakit kronis.
Entah kenapa setiap figur yang mati yang banyak disorot media, yang terbayang adalah setumpuk glamouritas dan kemewahan, dimana kehadiran kita seakan berada pada ujung yang lain. Apakah perlu peristiwa besar, agar ingatan pada kematian selalu hadir dalam hati.
Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati; dan Kami menguji kamu dengan kejahatan dan kebaikan sebagai cobaan, kemudian kepada Kami kamu akan dikembalikan. (QS. 21:35)
Minggu ini seorang pemulung meninggal dunia keserempet kereta api. Bulan lalu seorang relawan bencana alam berpulang kerahmatullah ketika menyelamatkan satu keluarga dari sapuan banjir. Tahun ini seorang guru sederhana wafat setelah mengabdikan dirinya pada dunia pendidikan selama 35 tahun, tanpa tanda jasa apalagi sebagai pahlawan.
Entah mengapa setiap ada pengabdi pada rakyat kecil yg wafat kepergiannya selalu terasa kehilangan yang tak tergantikan. Apakah harus perlu gelar; ustast, ulama, kyai, imam, agar ingatan pada kematian selalu hadir dalam hati.

Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati, Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. (QS. 3:185)

Meninggal, berpulang kerahmatullah, atau wafat, sama saja semuanya adalah mati.
Apakah ia tetangga, jamaah mesjid, sejawat kantor, artis, politikus, negarawan, pemulung, relawan sosial, ulama, sama saja semua akan mati dan masing-masing mempertanggung jawabkan semua lakon kehidupannya selama di dunia.

Saudaraku, lalu mengapa kita tidak bisa menghadirkan kematian setiap saat dalam kehidupan kita, tidak hanya setiap ada kematian yang menggugah ingatan sesaat. Tetapi ingatan yang menancap dalam kesadaran spiritual sehingga dapat membentengi kita dari perbuatan sia-sia dan mendorong untuk segera meraih ridha Allah

Saudaraku, cintailah dunia sekedar sarana untuk menggapai akhirat, dan cintailah akhirat dengan sikap tawadhu dan dengan keyakinan yang haqqul yakiin.

Tidak ada komentar: