************************************************************************************************************************
Saudaraku, kalau artikel dalam blog ini bermanfaat informasikanlah kepada muslim yang lain
(Setiap kata yang mencerahkan orang lain, Insya Allah, anda akan mendapat ganjaran pahala)
============================================================================

Minggu, 25 Mei 2008

Memaknai Syukur

Syukur sesungguhnya adalah pengejawantahan dari sifat orang yang berkelimpahan dalam makna yang hakiki. Ni’mat tidak lagi diukur dalam jumlah tetapi sejauh mana ni’mat itu selalu mengajaknya lebih dekat kepada Allah. Apabila syukur dimaknai dengan kehadirannya harta yang banyak, atau kedudukan yang tinggi, atau kemudahan dalam segala urusan, maka hal itu suatu penyimpangan pengertian yang sesungguhnya. Sebab kalau seperti ini berarti seseorang yang; tidak berharta, tidak berkedudukan, tidak populer, dst.., tidak bisa bersyukur.

Kembali ke makna awal bahwa syukur itu berkelimpahan, berarti setiap bersyukur harus siap-siap menerima lebih banyak ni’mat lagi, karena ia akan datang tumpah ruah ketika kita bersyukur yang lebih banyak lagi. Sebaliknya ketiadaan bersyukur, ni’mat yang ada akan menyusut perlahan-lahan tanpa makna lagi. Demikianlah yang kita jumpai seperti yang dijanjikan Allah SWT dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya, yang dapat digambarkan melalui rumus-rumus syukur sbb. :

No Syukur / pengeluaran Syukur / penerimaan Dalil
1. N = N ( 1+ >1) (QS; 14:7; 28:84)
2. N = N ( 1+10) (QS; 06:160)
3. N = N ( 1 + 700) (QS; 02:261)
4. N = N ( 1 + ∞ ) (QS; 02:261)

Keterangan : N = ni’mat (Harta, ilmu, kedudukan, kecantikan dll.)

”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah ni’mat kepadamu” (QS 14:7), rumus No. 1
”Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya” [6.160], rumua No. 2
”Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji, Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki , dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui” (QS 2:261), rumus No. 3 & 4

Bagaimanakah seseorang mensyukuri suatu ni’mat, bisa dengan berbagai cara :
• Ni’mat harta, dengan menunaikan zakat, infak dan sedekah,
• Ni’mat kekuasaan, memerintah dengan berlaku adil,
• Ni’mat ilmu, dengan mengajarkannya kepada orang lain,
• Ni’mat kesehatan, dengan memperbanyak ibadah dan perbuatan baik, dst.

Kesimpulan yang dapat diambil ialah; bahwa mensyukuri ni’mat (apakah itu harta, kedudukan, ilmu, kesehatan, dll) pada akhirnya bukanlah suatu pengeluaran atau pengorbanan, tetapi penerimaan yang berlipat ganda, mungkin satu kali lebih (rumus no.1), sepuluh kali (rumus no.2), tujuh ratus kali (rumus no.3), bahkan tak terhingga (rumus no.4), tergantung sejauh mana keikhlasan kita dalam melaksanakannya.

Perilaku bersyukur adalah sifat orang-orang yang mulia, agung dan bijaksana, dan orang yang paling banyak bersyukur adalah Rasulullah Saw. ”Apakah aku tidak pantas menjadi seorang hamba yang pandai bersyukur” kata beliau ketika ditanya Aisyah ummul mukminin, mengapa beliau beribadah malam hari sampai kakinya bengkak-bengkak(HR Muslim).

Saudaraku, mensyukuri ni’mat bermakna : ”Ya Allah aku telah siap untuk menerima cinta-Mu dan pemberian-Mu yang berkelimpahan (tak putus-putusnya)”

Tidak ada komentar: